Bedah Prinsip Yurisdiksi Universal HAM: Sinergi Dua Perspektif Hukum Tata Negara dan Internasional

Cawan WP: Pandu Razacky & Adiva Rasti
249
Sumber Foto: Kru WP

WAWASANPROKLAMATOR,- Fakultas Hukum (FH) Universitas Bung Hatta, hadirkan para Pakar, Dosen Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Internasional (HI) dalam acara kuliah umum dengan tema Undang-Undang (UU) Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Perspektif Global: Implementasi Prinsip Yurisdiksi Universal Ditengah Kedaulatan Konstitusional. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula Kampus II Proklamator Universitas Bung Hatta, Selasa (24/06/2025).

Pembelajaran mahasiswa FH Universitas Bung Hatta dialihkan ke Gedung Aula. Paparan materi dari narasumber (narsum) saat kuliah umum akan dikemas menjadi resume sebagai bukti presensi mahasiswa mengikuti kegiatan tersebut.

Dalam sambutannya, Dr. Sanidjar Pebrihariarti R., S.H., M.H, menyampaikan, kuliah umum dilaksanakan agar mampu membuka cakrawala mahasiswa. Lalu, menganalisa yurisdiksi universal yang diterapkan suatu negara terhadap pelaku kejahatan manusia tanpa melanggar kedaulatan konstitusional.

“Kejahatan genosida masih berlanjut, namun negara Indonesia masih melakukan berbagai pertimbangan mengadaptasi prinsip tersebut. Lewat kesempatan ini, mahasiswa mendapatkan peluang belajar dan memahami dua perspektif ilmu hukum,” paparnya.

Ketua Bagian HI, Ahmad Iffan, S.H., M.H, mengatakan dalam sebuah regulasi nasional, perlu diterapkan hukum internasional pada konsep kejahatan kemanusiaan. Menurutnya, kepedulian terhadap dinamika regional dan global dapat berdampak positif kepada negara.

“Upaya yang dapat dilakukan untuk mengadili pelaku kejahatan manusia adalah menerapkan hukum internasional berupa prinsip Universal Yurisdiction. Aturan yang perlu diterapkan jangan pernah apatis terhadap kondisi regional maupun internasional karna bisa mengakibatkan ketidakstabilan negara,” tegasnya.

Ketua Bagian HTN, Helmi Chandra SY, S.H., M.H, mengutarakan, mengadaptasi prinsip universal yurisdiction untuk memberi efek jera pada public enemy, melengkapi kerumpangan regulasi nasional mengenai HAM, menghindari politik kekuasaan, mewujudkan keadilan dan solidaritas secara global. Namun, pengadoptasian masih mempertimbangkan beberapa hal seperti dampak sosiologis dalam berintervensi pada kejahatan manusia.

“Kejahatan kemanusiaan merupakan hak seluruh negara untuk dapat mengadili. Beberapa hal yang dapat dilakukan dengan merevisi legislasi konkret, adanya desakan internasional dan membangun narasi melalui dukungan publik serta perlunya pengujian norma pada UU No. 26 Tahun 2000 Pengadilan HAM,” jelasnya.

Feri Amsari,S.H., M.H, LL.M, Pakar HTN Universitas Andalas (Unand), menyebutkan, regulasi mengenai perlindungan HAM. Aturan tersebut telah diatur dalam pasal 6 dan 9 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023.

“Hal ini masih akan dipertimbangkan terhadap berbagai dampak yang diberikan. Untuk regulasi ini, akan diberlakukan pada tahun 2026,” tuturnya.

Guru besar HI FH-Unand, Prof. Dr. Ferdi,S.H., M.H, menginformasikan pentingnya adopsi regulasi internasional dalam hukum nasional suatu negara. Keuntungan maupun kerugian ketika kita menggunakan yurisdiksi universal.

“Namun, dalam upaya regulasi masih melalui berbagai pertimbangan terhadap berbagai dampak seperti pertahanan, keamanan, ekonomi dan lainnya. Pengadilan HAM di Indonesia belum memiliki yurisdiksi universal, tetapi hanya ekstra teritorialitas,” jelasnya.

 

Cawan WP: Pandu Razacky & Adiva Rasti

Wawasanproklamator.com Jauh Lebih Dekat

 

TAGS:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Berita Terkait

Tabur Bunga dan Doa Bersama, Mengenang Setahun Kematian Afif Maulana
Manajemen Expo VIII Hadir Kembali untuk Ajang Kreativitas

TERBARU

Iklan

TERPOPULER

Berita Terkait

Tabur Bunga dan Doa Bersama, Mengenang Setahun Kematian Afif Maulana
Manajemen Expo VIII Hadir Kembali untuk Ajang Kreativitas
Menu