DPMMU dan BEMMU Dinilai Sekadar Simbol Tanpa Fungsi, Tuai Kritikan Mahasiswa sampai Pimpinan Lembaga Fakultas

Fajri WP & Nabila WP
482
Sumber Foto: Kru WP

WAWASANPROKLAMATOR,- Kinerja Badan Eksekutif Masyarakat Mahasiswa Universitas (BEMMU) dan Dewan Perwakilan Masyarakat Mahasiswa Universitas (DPMMU) Bung Hatta mendapat sorotan tajam dari berbagai elemen, mulai dari mahasiswa umum dan lembaga kemahasiswaan fakultas. Kritik bermunculan mempertanyakan sejauh mana kehadiran dua lembaga tersebut dan berdampak bagi kehidupan mahasiswa kampus.

Banyak mahasiswa merasa BEMMU dan DPMMU berjalan tanpa arah yang jelas, bahkan dianggap sekadar formalitas yang tidak berdampak nyata. Kekecewaan pun muncul dari kalangan mahasiswa umum, tetapi juga disampaikan oleh pimpinan fakultas yang menilai kedua lembaga tersebut telah kehilangan fungsi utamanya sebagai perwakilan mahasiswa.

Riana Azizah, mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), menilai BEMMU dan DPMMU tidak lagi menunjukkan aktivitas organisasi. Ia bahkan tidak mengetahui siapa saja yang terlibat untuk organisasi perwakilan mahasiswa ini. Menurutnya, ketidakhadiran tersebut menciptakan jarak antara mahasiswa dan dinamika kampus, padahal seharusnya mereka menjadi promotor utama dalam kehidupan kemahasiswaan.

“Lembaga eksekutif dan legislatif mahasiswa seharusnya menjalankan fungsinya sebagai representasi mahasiswa di tingkat universitas. Mereka adalah jembatan aspirasi dan penggerak gerakan mahasiswa. Namun, yang terlihat saat ini justru sebaliknya,” tuturnya.

Dimas Rahmat Rivandi, mahasiswa Fakultas Hukum (FH), menyebutkan minimnya kehadiran Presiden Mahasiswa (Presma) dalam acara kampus. Melihat kondisi ini, ia mengaku tidak tertarik bergabung dengan lembaga universitas.

“Sumber daya manusia (SDM) yang tidak mendukung, membuat mereka sulit melakukan kegiatan. Sebaiknya eksekutif melibatkan mahasiswa lainnya untuk mengadakan kegiatan dari Program Kerja (Proker) mereka serta lebih dekat dengan lembaga fakultas,” jelasnya.

Ketua Umum (Ketum) Dewan Perwakilan Masyarakat Mahasiswa Fakultas Hukum (DPMMFH), Muhammad Alif Yaza, mengkritik keras buruknya kinerja BEMMU dan DPMMU. Ia mengatakan, saat ini tampaknya memang tidak ada sinergi antara dua lembaga tersebut.

“Kalau dengan Presma, Wakil Presma (Wapresma), dan beberapa menteri, saya masih sempat berbicara, baik secara formal maupun nonformal. Sedangkan dengan Ketum DPMMU, terakhir kali saya berkomunikasi hanya saat pelantikannya, sejak hari itu hingga kini tidak pernah ada komunikasi lagi. Komunikasi yang buruk dan program-program yang tidak tuntas, menurut saya, menunjukkan tidak adanya itikad baik,” ujarnya.

Ia melanjutkan, BEMMU tidak akan berjalan tanpa DPMMU, karena pendanaan, peraturan, dan pengawasan terhadap eksekutif semua didasari oleh legislatif. Lebih lanjut ia mengungkapkan, kekecewaannya terhadap Ketum DPMMU yang juga merangkap sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) di lembaga eksternal. Ia menyatakan, satu jabatan saja tidak selesai dikerjakannya, sehingga jika sudah menjadi Ketum DPMMU, sebaiknya tidak merangkap.

“Jangan sampai nanti saat kongres malah mencari jalan, maaf, dengan ‘menjilat’ ke teman-teman fakultas agar bisa diturunkan secara hormat. Jika tidak ada itikad baik, ya jangan harap. Bukan ingin mempersulit atau memperpanjang tradisi buruk, tetapi justru mereka sendirilah yang membangun dan melanggengkannya,” paparnya.

Ia menilai keberadaan atau ketiadaan lembaga kemahasiswaan tingkat universitas seperti DPMMU dan BEMMU memberikan dampak yang signifikan. Meskipun aktivitas kemahasiswaan tetap berjalan, tanpa adanya lembaga di tingkat universitas, gerakan mahasiswa menjadi terfragmentasi dan terbatas pada lingkup fakultas. Fakultas tidak memiliki saluran resmi untuk berdialog langsung dengan pihak universitas, sehingga isu-isu yang berkaitan dengan kebijakan rektor tidak dapat disuarakan secara efektif.

“Dalam hal menyampaikan aspirasi langsung ke universitas, dengan koordinasi antara BEMMU, DPMMU, dan lembaga fakultas, kami nyatakan saat ini memang tidak ada. Namun, secara pribadi saya bersama teman-teman DPMMFH sudah menjalin beberapa koneksi dengan ketua umum dari fakultas lain yang baru saja dilantik. Nah, ini perlu diingat, teman-teman DPMMU, jika ada referendum, bisa saja kalian terkena dampaknya, terutama saat kongres nanti, teman-teman DPMMU mau apa? Jika tidak setuju untuk diturunkan, bagaimana?” ungkapnya.

Kemudian ia mengungkapkan, referendum pada dasarnya merupakan bentuk pemisahan, sebagaimana yang pernah terjadi di Universitas Andalas (Unand), ketika Fakultas Hukum bergabung dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), dan beberapa fakultas lain membentuk Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEMKM), bukan lagi BEMMU. Ia menyatakan pihaknya tetap berupaya agar hal serupa tidak terjadi, namun tanpa adanya itikad baik, kemungkinan peristiwa tersebut akan terjadi cukup besar.

“Ketika kongres nanti, mereka harus membayar dosa yang telah diperbuat dulu, jangan sampai membebani orang yang baru menjabat. Kongres lalu, saya sepuluh hari penuh dari pagi ke pagi, hanya meladeni kultur-kultur bodoh. Sampaikan substansi, bukan emosi atau debat kusir. Kalau salah, pertanyakan. Hentikan lingkaran setan itu dan mari kita benahi bersama,” ujarnya.

Lalu menambahkan, soal koordinasi demonstrasi, dirinya sudah pernah berdiskusi dengan Presma. BEMMU hanya ingin turun aksi jika ada konsolidasi yang mendalam, namun karena proses itu sulit, pergerakan pun tak pernah terlaksana. Ini tampaknya sudah menjadi kultur, yang juga dipengaruhi oleh peran-peran senior. Mengingat setiap fakultas memiliki aturan yang berbeda, ia berharap budaya semacam ini bisa dilebur dan dibenahi demi kebaikan bersama.

“Universitas Bung Hatta pernah menjadi kiblat pergerakan, sekarang kita justru tertinggal. Kenapa fakultas bergerak sendiri-sendiri? Kalau dianalogikan dengan salat, daripada tidak sama sekali karena absennya imam, lebih baik kita lakukan sendiri-sendiri,” pungkasnya.

 

Fajri WP & Nabila WP

 

Wawasanproklamator.com Jauh Lebih Dekat

TAGS:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Berita Terkait

Hak Jawab DPMMU dari Pemberitaan yang Berjudul: DPMMU dan BEMMU Dinilai Sekadar Simbol Tanpa Fungsi, Tuai Kritikan Mahasiswa sampai Pimpinan Lembaga Fakultas
Hadirkan Hakim, Jaksa, Advokat, Akademisi dan LBH Padang, BEMM-FH Gelar Seminar Profesi Hukum

TERBARU

Iklan

TERPOPULER

Berita Terkait

Hak Jawab DPMMU dari Pemberitaan yang Berjudul: DPMMU dan BEMMU Dinilai Sekadar Simbol Tanpa Fungsi, Tuai Kritikan Mahasiswa sampai Pimpinan Lembaga Fakultas
Hadirkan Hakim, Jaksa, Advokat, Akademisi dan LBH Padang, BEMM-FH Gelar Seminar Profesi Hukum
Menu