Diskusi Publik BEMM-FH Soroti RUU TNI: Reformasi Terancam, Peran Sipil Melemah

Cece WP
242
Sumber foto: Kru WP

WAWASANPROKLAMATOR,- Bentuk kritikan dan menanggapi isu-isu di Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa Masyarakat (BEMM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Bung Hatta membuka Ruang Diskusi Publik. Acara ini menghadirkan pemantik materi dari Dosen sekaligus Ketua Bagian Hukum Tata Negara (HTN), Helmi Chandra S.Y., S.H., M.H., dan berlangsung di Lobi FH, Kampus Proklamator II Universitas Bung Hatta pada 24 April 2025.

Diskusi publik ini mengusung tema “Apa Urgensi Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang Telah Disahkan Menjadi Undang-Undang?”. Kegiatan ini diinisiasi sebagai bentuk respons terhadap pengesahan RUU TNI yang dinilai membuka peluang kembalinya dwifungsi militer dan berpotensi melemahkan peran sipil dalam sistem demokrasi.

Dalam pemaparannya, Helmi menyebut RUU TNI perlu dikaji ulang karena mengandung banyak pasal yang dinilai melemahkan semangat reformasi. Ia menyoroti, Pasal 7 yang memperluas kewenangan non-perang TNI tanpa pengawasan presiden. Selain itu, Pasal 47 yang memperluas jabatan sipil bagi militer dari 10 menjadi 14 juga dinilai berisiko, sebab personel militer tetap tunduk pada peradilan militer.

“Pasal 47 bicara tentang posisi-posisi sipil yang bisa ditempati militer dari 10 jabatan diubah menjadi 14. Paling bermasalah jika militer duduk di jabatan sipil tapi tetap diadili di peradilan militer,” ujarnya.

Danan Anwar, Gubernur BEMM-FH, dalam sesi diskusi menyampaikan, pandangannya bahwa Indonesia saat ini berada dalam kondisi berutang dan dikejar-kejar oleh kewajiban pembayaran kepada negara lain. Ia juga menyoroti, bagaimana masyarakat seolah dipaksa untuk mengikuti satu suara serta dilarang menyampaikan pendapat yang berbeda. Hal tersebut, menurutnya, tercermin dari proses penyusunan UU yang berlangsung secara tertutup dan tanpa pelibatan publik secara transparan.

“Pemerintahan tampaknya berupaya menekan siapa pun yang ingin melawan atau bersuara berbeda. Saya ingin menanyakan terkait pengajuan RUU TNI. Apakah kita bisa sepenuhnya percaya pada keputusan mereka yang menyusun UU ini, dan di mana keberadaan analisis akademik yang biasanya menyertai proses legislasi?” tanyanya.

Menanggapi pertanyaan Danan, Helmi menjelaskan, proses legislasi dalam beberapa tahun terakhir memang selalu bermasalah sejak diberlakukannya UU Cipta Kerja. Ia juga menerangkan bahwa RUU TNI tidak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak awal periode, melainkan muncul secara tiba-tiba dan dibahas dengan cepat tanpa sosialisasi maupun pelibatan masyarakat sipil.

“Uji formil agak sulit untuk berhasil karena hanya menyasar prosedur pembentukan UU, dan biasanya hasilnya nihil. Saat ini juga sedang berlangsung gugatan lain di Mahkamah Konstitusi (MK) yang ingin menghidupkan kembali dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) melalui jalur konstitusi,” jelasnya.

Genius, salah seorang peserta diskusi, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kondisi negara saat ini. Ia menilai sistem yang diterapkan oleh penguasa membuka celah bagi terjadinya penyimpangan. Ia juga mengkritik proses penyusunan RUU TNI yang dianggap penuh penyimpangan dan minim partisipasi.

“Kehadiran militer dalam urusan investasi dan pengamanan wilayah strategis bisa memicu konflik horizontal. Pengesahan RUU TNI akan memberikan kewenangan yang terlalu besar kepada militer. Perlu diingat, bangsa ini pernah mengalami tragedi besar akibat dominasi militer dan seharusnya tidak terulang kembali. Hal ini dapat mengindikasikan kemunduran negara dari cita-cita reformasi,” tegasnya.

Memberikan tanggapan berbeda, Helmi menyebut kemungkinan besar pemerintah akan menunda perbaikan UU hingga sepuluh tahun ke depan. Menurutnya, judicial review merupakan satu-satunya langkah hukum yang tersedia bagi masyarakat sipil untuk menolak UU tersebut, baik melalui uji formil maupun materil.

“Peluang yang lebih realistis dan strategis adalah melalui uji materil terhadap pasal-pasal tertentu. Targetnya bukan membatalkan seluruh UU, melainkan menghapus pasal-pasal yang bermasalah. Selain itu, masyarakat juga harus ikut serta sebagai bagian dari konsorsium lembaga-lembaga sipil. Dukungan publik sangat penting agar semangat mereka yang berjuang di MK tidak luntur,” pungkasnya.

 

Cece WP

Wawasanproklamator.com Jauh Lebih Dekat

TAGS:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Berita Terkait

Jadwal Wisuda Periode ke-83 Diundur, Tuai Kekecewaan Bagi Mahasiswa
Pembenahan Lembaga dan UKM, Kabag Kemahasiswaan: Penerima Beasiswa Wajib Aktif Berorganisasi

TERBARU

Iklan

TERPOPULER

Berita Terkait

Jadwal Wisuda Periode ke-83 Diundur, Tuai Kekecewaan Bagi Mahasiswa
Pembenahan Lembaga dan UKM, Kabag Kemahasiswaan: Penerima Beasiswa Wajib Aktif Berorganisasi
Menu