Tepat Satu Dekade Kasus Akseyna Mahasiswa UI, Ayahnya Masih Cari Keadilan

Fajri WP
297
Sumber foto: Dokumentasi Pribadi

Genap sepuluh tahun sejak jasad Akseyna Ahad Dori ditemukan mengambang di Danau Kenanga, Universitas Indonesia (UI) sampai saat ini masih belum menemui titik terang. Pada 26 Maret 2015 hingga sekarang kematian mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI itu masih menyisakan banyak tanda tanya, menjadikannya termasuk salah satu kasus misterius yang belum terpecahkan di Indonesia.

Pada pagi hari 26 Maret 2015, seorang petugas keamanan menemukan tubuh Akseyna dengan tas punggung berisi batu yang seolah sengaja digunakan untuk menenggelamkan dirinya. Awalnya, kepolisian menduga ini adalah kasus bunuh diri, terutama setelah ditemukan semacam surat wasiat di kos Akseyna.

Namun, semakin dalam penyelidikan dilakukan, muncul banyak kejanggalan yang terungkap. Tidak ada air di paru-parunya, yang menunjukkan bahwa ia sudah dalam keadaan tak bernyawa sebelum masuk ke air. Luka di kepalanya juga memunculkan prasangka bahwa ia mengalami kekerasan sebelum meninggal.

Salah satu bukti utama dalam kasus ini adalah surat diduga tulis tangan yang ditinggalkan Akseyna. Pesannya dalam bahasa Inggris berbunyi:

Will not return for eternity, please dont search for existence, my apologies for everything eternally.”

Analisis grafologi dari American Handwriting Analysis Foundation mengungkap dugaan bahwa surat ini ditulis oleh dua orang. Sebagian tulisan dikenali sebagai milik Akseyna, tetapi bagian lainnya berbeda. Temuan ini semakin memperkuat asumsi adanya pihak lain yang terlibat dalam kematiannya.

Salah seorang jurnalis yang ingin melakukan investigasi atas mendiang Akseyna juga berakhir misterius. Wartawan itu bernama Baety Rofiq (44), ditemukan tewas di rumahnya di Perumahan Gaperi, Bojonggede, pada Juli 2015 lalu. Ia diduga dibunuh, dengan beberapa barang berharga hilang dari tempat kejadian. Meskipun kepolisian menangkap empat tersangka, belum ada indikasi langsung yang menghubungkan investigasinya dengan kematian tragis ini.

Selama sepuluh tahun, kasus ini masih menggantung. Kepolisian telah memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti, tetapi belum ada tersangka yang ditetapkan. Ada dugaan bahwa Akseyna dibunuh karena motif tertentu, tetapi hingga kini tak ada kejelasan siapa pelakunya.

Melansir akun X @mardoto, ayah Akseyna masih memperingati sepuluh tahun kematian putranya dan terus berupaya mencari keadilan. Dalam unggahannya pada 26 Maret 2025 pukul 04:19 Waktu Indonesia Barat (WIB), ia mengecam pembunuhan tidak beradab yang merenggut nyawa putranya dan menegaskan bahwa ia tidak akan berhenti mencari kebenaran.

Satu dekade berlalu dan pertanyaan itu tetap sama: apakah kebenaran akan terungkap? Banyak yang berharap dengan perkembangan teknologi forensik dan investigasi, bisa jadi ada bukti baru yang muncul dan membawa kasus ini menuju penyelesaian.

Kasus ini bukan hanya tentang Akseyna, tetapi bagaimana sistem hukum bekerja. Ketika sebuah kematian misterius tak kunjung mendapat kejelasan, itu bukan hanya kehilangan bagi keluarga korban, tetapi juga pukulan bagi kepercayaan publik terhadap keadilan.

 

Fajri WP

 

Wawasanproklamator.com Jauh Lebih Dekat

TAGS:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Berita Terkait

Mahasiswa Universitas Bung Hatta Beri Tanggapan Hari Pertama Masuk Kuliah Semester Genap Periode 2025/2026
Rangkaian Teror Wartawan Tempo: Bentuk Ancaman dan Terbungkamnya Kebebasan Pers

TERBARU

Iklan

TERPOPULER

Berita Terkait

Mahasiswa Universitas Bung Hatta Beri Tanggapan Hari Pertama Masuk Kuliah Semester Genap Periode 2025/2026
Rangkaian Teror Wartawan Tempo: Bentuk Ancaman dan Terbungkamnya Kebebasan Pers
Menu