WAWASANPROKLAMATOR,- Kabar buruk datang dari Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang dipersoalkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Koalisi masyarakat pers Sumatera Barat (Sumbar) terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumbar, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Padang, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), menolak tegas melalui Seruan Aksi digelar di Masjid Raya Sumbar, pada Jumat 24 Mei2024
Terdapat poin-poin memicu kontroversial tentang RUU Penyiaran pada pasal 50B ayat (2), pasal 8A huruf q, dan pasal 42. RUU Penyiaran menjadi sorotan hangat bagi seluruh jurnalis dan praktisi media karena dianggap mengancam kebebasan demokrasi pers.
Ronny Saputra, mengatakan, seluruh aliansi pers bersatu memperkuat penolakan RUU Penyiaran. Kemudian, kekhawatiran mendalam jika Undang-Undang (UU) disahkan akan berimbas kepada terbungkamnya kemerdekaan pers.
“Kuatkan semangat penolakan terhadap RUU Penyiaran. Ketika UU ini disahkan berarti adanya tanda-tanda kematian kebebasan pers,” katanya.
Lia Radio Classy FM Padang, menyampaikan, investigasi merupakan kedudukan tertinggi oleh wartawan. Sebagaimana, jurnalisme investigasi tidak semua kuat dikarenakan nyawanya sebagai taruhan.
“Investigasi adalah karya tertinggi jurnalisitik para wartawan. Meliput investigasi tidak semua jurnalis mampu hingga nyawa yang mereka korbankan,” terangnya.
Koordinator Lapangan (Koorlap) Aji Padang, Fachri Hamzah, mengutarakan, rancangan yang dilakukan DPR bertentangan terhadap UU pers. Lebih lanjut, ia merasa prihatin sengketa jurnalis tidak diselesaikan oleh dewan pers.
“RUU Penyiaran sangat bertentangan dengan UU pers. Penyelesaian sengketa wartawan seharusnya diselesaikan para dewan pers bukan DPR,” jelasnya.
Novia Harlina, ketua Aji Padang, menyebutkan, pada pasal 50B hasil berita investigasi dilarang untuk dipublikasikan. Selain itu, poin kedua tidak diperbolehkan menulis berita bohong.
“Menolak isi pasal 50B ayat (2) yang berbunyi hasil investigasi jurnalisme tidak boleh dipertayangkan. Larangan penayangan berita bohong jurnalis juga tidak asal-asal an, untuk mempublikasi di media sesuai yang diatur dalam pasal tersebut,” tuturnya.
Ketua IJTI Sumbar, Defri Mulyadi mengatakan, respons penolakan RUU Penyiaran tidak hanya datang dari aliansi pers Sumbar, tetapi dari seluruh Indonesia. Ia juga menyebutkan, salah satu pasal yang berisi larangan liputan eklusif investigasi adalah jati diri pers.
“Reaksi sejumlah organisasi pers dari sabang sampai merauke seruan aksi ini upaya penolakan RUU Penyiaran, jika DPR ketok palu lalu mengesahkan UU akan merugikan jurnalis dan pembodohan bagi masyarakat. Selain itu, juga ada halangan meliput berita eklusif investigasi yang merupakan marwah pers,” tutupnya.
Wawasanproklamator.com Jauh Lebih Dekat