WAWASANPROKLAMATOR,- Sejumlah masyarakat mahasiswa Universitas Bung Hatta menggelar audiensi terbuka mengenai kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) angkatan 2019. Aksi ini dilakukan di Ruang Sidang Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ( FTSP), Kampus Proklamator l Universitas Bung Hatta pada 16 Februari 2022.
Masyarakat mahasiswa berharap universitas menjadi lembaga yang benar-benar mengoptimalkan ilmu pengetahuan. Bukan menjadikan kampus sebagai ladang komersial untuk memupuk pundi-pundi kekayaan fundamental bagi para kapitalis.
Wakil Rektor (WR) l, Prof. Hendra Suherman menuturkan, anggaran dibuat dengan kebutuhan untuk bertahan. Peraturan yang sudah dibuat keputusannya dapat ditinjau kembali di kemudian hari jika keadaan berubah.
“Semuanya telah disusun dan anggaran keluar telah dihitung. Diminta kepada mahasiswa untuk memahami pendanaan itu. Dilihat dalam segi kontras, jika dipaksakan akan bobrok”, tuturnya.
Ia juga menambahkan, lembaga mahasiswa tidak dibutuhkan dalam diskusi perubahan yang terjadi. Presiden Mahasiswa (Presma) sebaiknya harus koordinasi dahulu kepada kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) dan selanjutnya ke WR lll.
“Jika ada regulasi disosialisasikan oleh masing-masing yang bertanggung jawab, kemahasiswaan harus konfirmasi ke WR III, jika belum terlaksana itu yang seharusnya diprotes. Mengenai hal ini tidak bisa didiamkan, semuanya harus dilaporkan ke pimpinan tertinggi yaitu rektor,” tambahnya.
WR ll, Dr. Elfiondri menjelaskan, berdasarkan surat edaran tahun 2019 merupakan edaran kedua skema uang kuliah. Tahun 2023 ini, rektorat merancang uang kuliah dengan prediksi keuangan setelah melakukan beberapa penyesuaian.
“Beberapa tahun ini, jumlah UKT sebanyak itu tidak bisa memenuhi akademik. Tahun 2019 di bawah pimpinan rektor sebelumnya sudah merancang skema biaya kuliah mulai dari semester satu hingga delapan. Setelah melakukan penyesuaian, apabila tetap dengan biaya sebelumnya dinilai tidak akan ter-cover ,” jelasnya
Ia turut menambahkan, seharusnya masyarakat mahasiswa sebelum hadir pada aksi ini harus menyelesaikan administrasi kepada pihak rektorat. Ia menilai, masyarakat mahasiswa wajib memahami organisasi mempunyai aturan yang berada di bawah naungan universitas.
“Etika sebelum hadir di sini harus membuat surat terlebih dahulu untuk rektor, ini bisa jadi pelajaran untuk kedepannya. Karena kita punya regulasi yang harus diterapkan setiap langkahnya”, terangnya.
Pihak rektorat memberikan tiga solusi atas tuntutan mahasiswa, yaitu melakukan pembayaran terpisah antara UKT dengan uang lainnya (skripsi, Seminar Proposal (Sempro), wisuda, dan lain-lain). Kemudian, melakukan pembayaran UKT dengan metode pembayaran cicilan (tiga hingga lima kali pembayaran). Terakhir, jika masyarakat mahasiswa tetap bersikeras berpedoman kepada UKT sesuai surat edaran rektor tahun 2019 maka akan berdampak pada keseluruhan, seperti anggaran Program Studi (Prodi), fakultas, dan lembaga dicabut, serta pembangunan di kampus diberhentikan.
Solusi dari pihak rektorat tersebut ditolak oleh masyarakat mahasiswa dan kemudian masyarakat mahasiswa kembali memberikan penyelesain, yaitu jika memang UKT angkatan 2019 sistem paket, maka dihapuskan biaya skripsi, sempro wisuda, toga, dan sebagainya. Kemudian, masyarakat mahasiswa meminta kembali pada sistem yang sesuai dengan kontrak awal kuliah dengan surat edaran tahun 2019/2020. Selanjutnya, Pemotongan UKT angkatan 2019 sebanyak 46% dari total jumlah yang dibayarkan pada surat edaran tahun 2023.
Wawasanproklamator.com Jauh Lebih Dekat