Saat aku masih di Sekolah Dasar (SD), pada kelas 3 aku memiliki seorang sahabat yang bernama Indah. Dia sangat baik, cantik, dan juga ramah. Setiap berangkat sekolah ia selalu menjemputku untuk pergi ke sekolah bersama. Namun, aku juga punya 2 teman laki-laki yang berangkat bersama, juga rumah dan sekolahku lumayan dekat.
Sehabis pulang sekolah aku selalu pergi bermain ke rumah temanku. Iksan dan Yahya selalu ikut denganku, ia juga ikut bermain ikat karet dulunya. Ia baik, selalu mengantarkanku sehabis bermain, padahal aku bisa pulang sendiri tidak hanya aku, Indah juga diantarkan pulang.
Sebenarnya aku dengan Iksan sudah berteman sejak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), jadi ia sangat mengenalku, berbeda dengan Indah yang baru berteman denganku saat kelas 3 SD, dia anak pindahan pada saat itu. Akhirnya aku, Indah, Iksan, dan Yahya sepakat untuk bersahabat sampai kapanpun.
Saat kelulusan hampir keluar, kami sepakat untuk mendaftar di sekolah yang sama. Namun, Indah disuruh kedua orang tuanya masuk pesantren, kami sangat kecewa karena tidak bisa bersama lagi. Indah menangis, ia tidak bisa membantah perkataan orang tuanya.
“Teman-teman maaf ya aku tidak bisa mendaftar di sekolah yang sama dengan kalian, tapi kita akan tetap menjadi teman selamanya kan,” ucap indah.
“Iyaa kitaa akan tetap menjadi temanmu indah,” balas kami bertiga.
Hanya aku, Iksan, dan Yahya yang mendaftar di sekolah yang sama. Indah telah duluan pergi ke sekolah di Bukittinggi, kami juga ikut mengantarkannya. Setelah hasil keluar ternyata Iksan tidak lolos di sekolah tersebut, ia lolos di pilihan keduanya. Iksan hanya bisa diam tidak berbicara sepatah kata pun kepada aku dan Yahya, aku hanya bisa menghiburnya.
“Walaupun sekolah kita berbeda kita masih menjadi teman,” ujarku kepada Iksan.
“Iya, kalian janji kan tetap menjadi temanku,” ucap Iksan.
“Janji,”balas Yahya dan aku.
Beda sekolah pun aku dan Iksan sering bertemu, karena rumahku dengan dia dekat, tapi Iksan lebih jauh sekolahnya dibanding aku dengan Yahya. Pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS) aku mulai mencari teman baru kembali, aku bertemu Nabila dan Sarah, mereka berdua sangat ramah kepadaku.
Namun di sisi lain aku dan Yahya masih ditempatkan di kelas yang sama. Tetapi, kami tidak sedekat dulu, karena tidak tahu ada jarak apa yang menghalangi kami. Pulang sekolah ia masih tetap mengantarku, sampai-sampai temanku menganggap aku dengan Yahya ada hubungan selain teman.
“Kamu dengan Yahya dekat sekali. Apa kalian berpacaran?” tanya Nabila.
“Tidak, kami hanya bersahabatan dari SD,” jawabku.
Banyak pertanyaan yang muncul dari teman-temanku yang lain, tidak salah pertanyaan itu muncul karena memang Yahya memperlakukanku sangat baik, dulu Indah sudah bilang kepadaku kalau Yahya memang ada rasa kepadaku. Tapi, karena kami berteman tidak mungkin ia menyukaiku.
Seiring berjalannya waktu sampai kelas 3, dan kami akan menginjak di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), aku dan Yahya tetap bersekolah di tempat yang sama. Nabila dan Sarah tidak sama denganku, saat kelulusan Yahya mengungkapkan perasaannya kepadaku.
“Kalau hubungan kita lebih dari teman bagaimana?” tanya Yahya.
“Lebih baik kita berteman saja dulu,” jawabku.
“Kamu tetap akan menjadi temanku kan?,” tambah Yahya.
“Iya, pasti,” balasku
Pada saat penempatan kelas aku dan Yahya tidak lagi sekelas, tetapi ia setiap keluar main dan pulang sekolah tetap datang ke kelasku. Selama 9 tahun dia selalu ada untukku, selalu mengikuti apa yang aku inginkan. Teman-teman sekelasku banyak yang bilang bahwa Yahya ini tulus kepadaku, aku juga bingung kenapa tidak menerima perasaannya.
Naik ke kelas 2 aku memilih lintas minat Bahasa Inggris, dan Yahya mengambil itu juga. Akhirnya kami sekelas lagi, aku selalu meminta Yahya untuk membuka hatinya untuk perempuan yang lain, tetapi ia tetap tidak mau, terlihat disini aku yang egois.
Sampai aku tamat, aku sekelas dengan Yahya, kemana-mana aku selalu bersamanya. Dia tetap menjemput dan mengantarkanku. Sampai akhirnya kelulusan tiba, aku dan Yahya resmi berpacaran. Setelah 12 tahun aku berteman baik dengannya dia tidak pernah berubah sama sekali.
Melanjutkan pendidikan, aku dan Yahya mendaftar di universitas yang sama, namun jurusan yang berbeda, ia lulus di Teknik Sipil dan aku Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Sampai sekarang aku dan Yahya tetap seperti dulu, aku harap dia tidak akan berubah.
Wawasanproklamator.com Jauh Lebih Dekat