WAWASAN PROKLAMATOR,- Corona Virus Diseas-19 (Covid-19) merupakan virus berbahaya yang berasal dari Wuhan, Cina. Virus ini pertama kali tersebar sejak November 2019 lalu. Hampir seluruh negara di belahan dunia terpapar oleh virus yang cukup berbahaya ini.
Selama 1 tahun lebih virus ini menyebar begitu cepat ke seluruh negara. Tak terelakkan juga dengan negara Indonesia. Sejak pertengahan Maret 2020 lalu, pemerintah mengambil keputusan untuk memindahkan seluruh kegiatan belajar mengajar, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga ke perguruan tinggi, yang awalnya dilakukan secara tatap muka, kini harus dilakukan secara online di rumah masing-masing. Tak hanya instansi pendidikan, beberapa perusahaan juga memberlakukan sistem Work From Home (WFH).
Awalnya keputusan WFH ini hanya berlangsung selama dua minggu. Namun karena terus naiknya angka Covid-19 di Indonesia, pemerintah masih memberlakukan keputusan tersebut hingga sekarang. Meskipun begitu, ada juga beberapa sekolah dan perusahaan yang kembali memutuskan untuk melakukan kegiatan seperti awal mula dengan persetujuan Pemerintah Daerah (Pemda) dan juga mengikuti Protokol Kesehatan (Prokes).
Selama setahun lebih Covid-19 menyebar ke seluruh Indonesia, tidak ada perubahan berarti yang terjadi. Bukannya melandai, angka Covid-19 terus naik setiap harinya. Rumah Sakit (RS) penuh di mana-mana. Bahkan ada juga beberapa Tenaga Kesehatan (Nakes) yang gugur karena ikut tertular Covid-19 dalam perjuangannya untuk menangani pasien yang terpapar sebelumnya.
Sejak Pandemi Covid-19 memasuki Indonesia, perekonomian negara kian memburuk. Hutang negara pun kian menumpuk. Dulu, saat awal virus ini menyebar ke Indonesia, ada saja oknum-oknum nakal yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Misalnya saja seperti menimbun persediaan masker, lalu menjualnya dengan harga selangit. Sampai saat ini juga masih ada beberapa oknum-oknum nakal yang mencari keuntungan dalam musibah, seperti menggunakan alat antigen bekas. Bukannya mencari jalan keluar untuk kebebasan bersama, orang-orang malah saling menyalahkan antara pemerintah dengan masyarakat.
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), daerah yang awalnya zona merah tiba-tiba berubah menjadi zona kuning. Lucunya, pada saat hari-hari besar seperti perayaan natal dan idul fitri, semuanya kembali menjadi zona merah.
Orang-orang berpengaruh seperti artis dan orang-orang besar lainnya, seolah diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan apapun. Pesta, hajatan, atau kumpul-kumpul bersama diperbolehkan. Jika rakyat kecil yang melakukan hal serupa akan dipersulit. Bahkan ada beberapa yang diberikan sanksi jika melakukan hajatan atau pesta pernikahan. Apakah ini adil? Apakah sistem hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah itu benar adanya di negara kita?
Di lain sisi, dari rakyat biasa pun ada beberapa yang keras kepala tidak ingin mematuhi prokes. Seolah berbangga diri jika melakukan sesuatu yang seperti ini. Pergi bebas ke mana-mana tanpa takut diikuti oleh Covid-19 yang senantiasa mendatanginya kapan saja. Masker hanya digantung di dagu, tidak digunakan sebagaimana mestinya. Berkumpul-kumpul dalam jumlah yang banyak tanpa rasa waspada.
Merasa paling hebat dengan mengatakan, “Saya tidak percaya Covid-19.” Lalu menggiring opini orang-orang dengan menciptakan “Konspirasi”. Jika melihat artis yang terpapar virus ini, pasti ada saja yang akan berkomentar bahwa artis tersebut di endorse untuk mempromosikan virus ini.
Terkadang tidak habis pikir dengan orang-orang seperti ini. Berpikir seolah orang paling cerdas namun bertindak dengan sangat bodoh. Ingin Indonesia bebas dari Covid, namun masih menyalahkan satu sama lain. Tidak menjalankan protokol kesehatan, namun dengan santai nya berkeliaran. Jika sudah seperti ini, siapa yang bisa disalahkan?
Wawasanproklamator.com Jauh Lebih Dekat